Rabu, 04 Juni 2008

KRIMINALITAS INTELEKTUAL

KRIMINALITAS INTELEKTUAL
(sebuah potret politik Indonesia di Orde Baru)‎

Tanpa menunggu komando dari kami
api perperangan telah dinyalakan
para serdadu beringas, taat perintah
maju, menyerbu, membunuh dan membumi hangus
sekalipun mereka tak pernah mengerti;‎
untuk kepentingan siapa mereka bertempur?‎

Tanpa menunggu izin dari kami
kekuasaan telah disalah-gunakan
orang-orang kecil dipertakuti, birokrasi dipersulit
embiro bumi dikuras, hutan-hutan dipangkas
sementara masih ribuan jiwa yang belum sempat memiliki;‎
segenggam tanah harapan, atau sepuntung ranting
untuk penyangga tulang rapuh
Lalu, siapakah yang telah mengantongi segenap kemakmuran?‎

Tanpa meminta restu dari kami
ratusan tempat maksiat telah dialokasikan
dan dilindungi secara hukum
taring-taring ulama telah dicopot dengan suka rela‎
dengan iming-iming pemberian sebuah taring yang lebih runcing‎
pintu-pintu mesjid ditutup dengan dalih toleransi
senandung-senandung kebenaran dipudurkan;‎
demi menjaga stabilitas nasional
Lalu, siapakah gerangan yang telah memonopoli hak bicara?‎

Tanpa meminta pendapat dari kami
kemunafikan telah diharuskan; dikalangan umara’ dan ulama’‎
dikalangan penguasa dan pengusaha, dikalangan pedagang dan pegadang, dikalangan kiai dan pegawai, bahkan sampai ke kalangan pembidik dan pendidik
Lalu, siapakah yang berani tampil untuk meng-antisipasi realita ini?‎

Tanpa menghiraukan kejengkelan kami
nurani-nurani rakyat telah di-bui-kan
kepala-kepala wanita telah mnggelinding
lidah-lidah mubaligh telah terkudung
tinta-tinta para kritikus telah beku
sementara para koruptor tidur mendengkur kekenyangan
Lalu, masih adakah mata hati yang bisa melihat kasus ini?‎

Tanpa menghiraukan kebencian kami
wanita-wanita telah dikemas sedemikian rupa untuk dipromosikan
anak-anak telah diracuni dengan berbagai mainan‎
remaja-remaja dikultuskan untuk lupa diri
orang-orang pintar dan jujur telah dikelabui
dengan muslihat yang prima licik
bahakan kematian para pejuang diperingati dengan penuh rasa kegembiraan
sementara para pengkhianat tersenyum simpul ‎
dibawah kekarnya backing
Lalu, akankah dihukum setiap orang yang ikut prihatin?‎

Bilamana kami sedang melepas lelah di pembaringan reot kami
sebuah keculasan telah ditransaksikan
para pemilik setiap gedung tua harus pasrah, karena zaman menghendaki, tamu harus lebih berkuasa ketimbang tuan rumah,‎
oooh… gedung-gedung tua!‎
Apakah kami masih bisa mencium aromamu?‎
Apakah kami masih bisa berbangga dengan kokohnya wibawamu?‎
dan Apakah generasi kami masih punya kesempatan untuk memadukan‎ suara lantangnya Takbir yang terkumandang dari jendela-jendelamu?‎

Bilamana kami didiskriditkan dengan tudingan-tudingan buta
Teori-teori Lenin telah kembali dipraktikkan, dan slogan-slogan
hampapun diterakkan; Demi kebangkitan, demi kejayaan masa depan,‎ bergabunglah kalian dengan kami, berbarislah kalian dibelakang kami dan, ikhlaskanlah diri kalian jadi korban demi cita-cita
wah….wah, alangkah wanginya ucapan mereka‎
tapi, siapakah yang sanggup menjamin ketulusan mereka?‎
Ataukah ada orang yang mampu, mencium bau amis ambisi mereka?‎

Kalian tak perlu heran! kenapa mereka ber-perisrigala
keadaan yang memaksa, mereka harus membeli anting, giwang,‎
tusuk konde serta tusuk gigi untuk sang isteri
mereka harus membeli boneka, komik-komik serta sepeda-ria
untuk sang anak, dan betapa dungunya mereka, karena tak pernah menyadari;‎ bahwa kebangkangan dan kekurang-ajaran tumbuh subur dalam jiwa orang-orang yang mereka manjakan

kalian tak perlu menangis!‎
karena setetes air ludah mereka lebih dihargai daripada selaut
air mata penderitaan kalian
Kalian jangan terlalu sedih dan pesimis! Karena kekuasaan
dan kelemahan akan dipergulirkan menurut orbit Qudraty
berbenah, berbenah dan bersiaplah!‎
untuk menyirnakan kemungkaran syahwaty.‎

Saat ini, mungkin kini golongan yang lemah, tapi kita tak boleh minder dan lari, karena kita tak punya alibi atas segala insident yang terjadi‎, kita harus mau membuka fakta dan tampil memberikan kesaksian:‎

Tentang omong kosong para komentator
tentang penyalahan bahasa oleh para komunikator
tentang pemalsuan sikap yang dilakukan oleh para pengaman
tentang kekeliruan nilai oleh para pengamat
tentang pelecehan norma oleh para penegak
tentang kesalahan tekhnis oleh para penggerak
tentang pemerkosaan etika oleh para pakar
tentang penyuburan koedukasi oleh para pendidik
tentang kecaman dari para penindas
tentang kealpaan waskat oleh para petugas
tentang legalisasi untuk mendirikan tempat-tempat mesum
tentang kasasi untuk para penjahat
tentang rekomendasi yang diberikan kepada para penipu
tentang janji-janji untuk para si tamak
tentang cekal terhadap para orator
tentang pandangan sinis terhadap para pahlawan
tentang peluang kerja yang diprioritaskan untuk perempuan-perempuan cantik
tentang tingkat kemandulan pria yang semakin memuncak
tentang penyempitan ruang gerak terhadap para daí
tentang pencabutan SK seorang guru yang terlalu banyak tahu

Kita harus tegak menjadi saksi:‎
Tentang sekodi lagi kejahatan para pembesar
Tentang sekodi lagi permainan kotor para pemegang saham
Tentang sekodi lagi sifat penggecut para penjilat
Tentang sekodi lagi kelonggaran sensor terhadap budaya-budaya iblis
Tentang sekodi lagi kekacauan yang dicetuskan oleh para teroris berdasi
Tentang sekodi lagi politik busuk untuk memperkaya diri
Tentang berkodi-kodi lagi kriminalitas yang diorganisir oleh orang-orang yang menyandang predikat intelek.‎

Yaa, kita harus bersaksi, kita harus bikin laporan, kita harus
ajukan tuntutan. Tapi, kepada siapakah keadilan itu akan dituntut?‎
ataukah kita akan mengadili mereka dengan cara kita sendiri?‎
ah, tak mungkin, tangan kita terlalu lunglai untuk itu.‎
Untuk sementara, kita hanya mampu berkata:‎
Oi…, kaliankalian yang merasa sudah besar!‎
janganlah kalian terlalu mengagung-aguangkan logika!‎
janganlah kalian menafikan ke-eksis-an Sang Pencipta dalam pergulatan aktivitas kalian!‎
Kami sarankan kepada kalian: merenung! Merenung! dan merenunglah sejenak!‎
Dan luangkanlah sedikit waktu untuk menanyai nurani kalian: ‎
Kita ini siapa? Pencipta itu siapa?‎
Kita ini terbuat dari apa? Bila mati akan jadi apa?‎
Kita ini berasal dari mana? Dihidupkan untuk mengapa? Dan
Kita akan kembali kemana? ? ?‎

Bukittinggi, 10 Oktober 1995‎
M. Syukri Usman

Tidak ada komentar: